Tuesday, September 30, 2025

Makna yang buram

Ku rebahkan diri diatas ranjang berantakan, bersandarkan selimut tebal yang terlipat-tekuk tak karuan membentuk semacam bantal, dan terlintas dalam benakku beratnya segala hal yang menuntut perhatianku.

Apakah hidup terlalu mewah, dengan kasur yang empuk dan kamar yang dapat diatur kehangatan dan kesejukannya, dengan makanan yang dapat dengan mudahnya dipesan lewat ponsel, dan segala kemudahan lainnya yang kuperoleh dari orang tua ku dan teknologi praktis yang disediakan zaman modern, telah merenggut makna dari hidupku?

Sebuta apa diriku terhadap harga setiap tarikan nafasku, yang disetiap tarikannya terkandung keajaiban hidup, keajaiban semesta, keajaiban dari sekedar ada dan berada, hingga aku tak dapat melihat nilai hutangku terhadap segala disekitarku, jasa-jasa yang seyogyanya aku balas dengan perhatian dan kasih sayang pula atas belas kasih mereka yang menopang setiap tarikan nafas dan seluruh gerak-gerikku.

Sulit untuk tidak membayangkan, senjata yang ditempa panasnya bintang kosmik dan matahari, hendaknya menghadapi ujian seperti apa. Seberat apa, sepahit apa, sesulit apa, seberharga apa, sepadan kah, segala jerih payah itu?

Sering kulihat di internet kata-kata mutiara dari Haruki Murakami, "I can bear any pain as long as it has meanings." Aku bisa menahan segala macam rasa sakit, selama jelas maknanya. Dan kembali lah benakku ke ranjang bersandarkan selimut itu, membayangkan beban yang kurasa dalam hati ini, akan makna yang berarti buatku.

Aku tidak punya jawabannya, aku belum memilikinya.