Kabel pengisi daya ponselku hilang, beruntungnya aku masih dapat mengakses pesan-pesan lewat komputer jinjing. Namun itu juga berarti akses ke seluruh penjuru internet, waktu yang terbuang tidak terasa buruk, itu salah. Sungguh salah, aku belum sarapan karena terlalu sibuk mengutak atik komputer, sedangkan waktu sudah menunjukkan pukul 18:49.
Dalam buku harianku, sempat kutulis, "Pekerjaan beberes rumah bukan suatu capaian, atau rintangan yang harus ditaklukkan. Namun bentuk terima kasih atas struktur rumah yang telah melindungi penghuninya dari ganasnya cuaca alam luar, itu adalah adab yang baik dan sudah sepantasnya dilaksanakan. Mencuci piring sendok garpu gelas yang kotor bukanlah sosok antagonis yang harus dikalahkan, namun bentuk rasa syukur terhadap jasanya yang telah membantu pemiliknya dapat makan dengan praktis dan nyaman. (...) Memasak air dengan kompor dan menyiapkan wadah gelasnya, menunggu airnya panas hingga menuangkannya dengan corong kedalam botol gelas, hanya demi minum air hangat karena air galon sudah habis dan yang tersisa dirumah hanyalah air botol kemasan, membuatku merasa lebih hidup daripada hanya menekan tombol dispenser. Kehidupan modern telah merenggut momen-momen kecil itu dariku, momen-momen yang memberi makna pada tiap tarikan nafasku melawan keringnya radang tenggorokan."
Memaknai setiap tarikan nafas, ingin aku lakukan, namun sepertinya tidak mungkin dengan kehidupan ini. Ponselku masih mati, sejak semalam. Ini memperburuk keadaan karena aku memiliki komputer yang jauh lebih mampu menarik perhatianku dari hal-hal yang lebih penting. Apakah semestinya teknologi tidak masuk kedalam rumah tempat beristirahat? Tempat bersyukur? Tempat beribadah? Karena teknologi merenggut semua itu dariku.
Entri ini mungkin terdengar seolah aku menyalahkan teknologi atas segala keburukan yang menimpaku, tapi memang benar. Beberapa orang yang membaca mungkin akan menimpali, bahwa semua itu bisa ditangani dengan kedisiplinan diri, kontrol diri, namun berpuasa kurasa adalah jalan paling tepat. Berhenti menggunakan teknologi sama sekali, sepertinya adalah tindakan yang harus kulakukan untuk merebut kembali kendali atas kehidupanku, kontrol diriku.
Jejeran mesin kasino hampir tidak pernah memiliki belokan tajam kaku, selalu lengkungan mulus, menggelincirkan pengunjungnya yang berusaha berhenti dan keluar untuk mencoba sekali lagi saja. Karena belokan tajam memiliki konotasi pengambilan keputusan besar atau ekstrim dalam alam bawah sadar, karena hanya inilah satu-satunya cara untuk berhenti. Dengan mengambil langkah ekstrim, mencabut segala yang mendatangkan keburukan, dan menggantinya dengan hal-hal yang lebih positif.
Sekarang yang kubutuhkan hanyalah jam weker, komputer dan ponsel harus sejauh-jauhnya berada dari jangkauanku ketika dirumah, kurasa.
Sekarang yang kubutuhkan hanyalah jam weker, komputer dan ponsel harus sejauh-jauhnya berada dari jangkauanku ketika dirumah, kurasa.