Saturday, August 30, 2025

Surat terbuka untuk rekan-rekan penggarapan seni

Idealnya, kita memanusiakan orang lain untuk dimanusiakan kembali.

Kuambilkan air untukmu agar kita berdua dapat minum, kupetik bunga cantik ini agar kau dapat menikmati keindahannya seperti ketika aku pertama melihatnya, ku bolosi ujian akhir semester agar latihan pementasan kita tidak terganggu dan dapat menampilkan hasil terbaik.

Namun bagaimana apabila kita belum bisa sepenuhnya memanusiakan rekan kita?

Maafkan karena aku belum bisa hadir tepat waktu dalam latihan kita, aku akan menggantinya nanti.

Maafkan kerapuhan, letih, dan lemahku yang memperlambat kedatanganku di waktu latihan, aku akan mengejar ketertinggalanku.

Pada titik mana sebaiknya kita menyudahi, mencukupkan kekurangan kita dari membebani orang lain? Jika kehadiran kita lebih banyak membawa mudharat dari pada faedah, bukankah seyogya-nya kita rehat sejenak dari partisipasi tim?

Namun realita yang kita pahami adalah, tidak ada lagi yang bisa dimintai tolong. Bantuan kita, sesedikit apapun, beserta masalah-masalah pribadi yang harus ditanggungkan pada rekan-rekan kita, masih lebih baik daripada tidak sama sekali.

Siapa yang berhak memutuskan untuk memberhentikan atau mempekerjakan relawan dari partisipasi penggarapan karya seni?

Apa yang seyogyanya seorang relawan lakukan, jika Ia begitu mencintai proses penciptaan karya beserta rekan-rekan sesama relawannya, namun tak memiliki kapasitas yang mumpuni untuk mengelola dirinya agar selamat dan tetap utuh setelah menyerahkan jiwa dan raganya dalam penciptaan karya seni?

Siapa yang bisa menjamin nasib seorang relawan yang cacat, yang akan semakin cacat setelah melewati proses pengkaryaan yang terjal dan merenggut banyak hal dari nya yang sudah tak sempurna, akan dirawat dan dipedulikan rekan-rekan sesamanya?

Apakah relawan cacat yang memanusiakan rekan-rekannya, sudah dimanusiakan oleh tim nya?

No comments:

Post a Comment