Jam 15:41, aku baru bangun dari tidur siang. 16:50 sempat gerimis, aku berangkat dari rumah menuju kampus dalam satu jam perjalanan.
* * *
Seseorang yang membagikan pamflet promosi pentas itu di grup obrolan pasti menderita miopi karena tercantum disana bahwa ini merupakan studi pentas, dan studi pentas tidak bisa dijamin kualitasnya. Sehingga kami harus duduk menonton dua pentas dalam durasi lebih dari 120 menit dengan kualitas yang begitu ampas di balai desa suatu tempat di Banyumanik.
Dengan suasana hati yang terkhianati ekspektasi, kami beranjak mencari makan ke burjo ngegas di gombel. Namun tidak sebelum berpamitan dengan mas Nano, anak ISI yang ikut menonton pentas tadi, sekaligus orang yang berhutang workshop keaktoran pada kami setelah melakukan pemutaran film tahun lalu.
Dan rupanya Burjo Ngegas penuh, tak ada meja kosong tersisa. Hangus 5 ribu membayar parkir, suasana hati kecewa, perut lapar, dan tatapan kasihan dari teman-teman Amel yang kebetulan bertemu sedang rapat di meja mereka, kami kembali ke mobil mencari makan ditempat lain. 3 menit berselang kami tinggalkan parkiran, ponsel Amel berdering.
"Baru muncul ada meja kosong" ujar kawannya dari seberang seluler, namun sudah terlambat.
Kami memutuskan untuk ke Tembalang mencari burjo, dan tiba di Burpunice. Banyak colokan tidak tersambung listrik, namun setidaknya ada cukup ruang untuk parkir mobil. Jamal terpaksa menumpang mengisi daya ponselnya di meja yang ditempati dua sejoli sedang mesra mengerjakan tugas kuliah mereka.
Sambil menunggu makan dan baterainya, Ia meminjam komputerku dan bermain NFS:MW. Diskusi enteng kami menunggu makanan tiba untuk memutarbalikkan kekecewaankami terhadap pentas tadi berangsur-angsur mengarah ke pembahasan HUT. Usul ide pendanaan ke BIMA dari mas Chap berupa workshop dari mas Nano alumni ISI termahsyur, pengadaan lomba dengan menggaet minat dari penjuru Indonesia dengan koneksi ayahku untuk menyebarkan nama kampus, sosialisasi kampus ke sekolah-sekolah SMA dengan kedok workshop keteateran, semua ide kami kaji dan strategi kami atur untuk menaklukkan Biro Kemahasiswaan. Sementara itu anggaran acara HUT kami patok dalam jumlah 6 digit berawalan angka 1, sisa 300 ribu untuk keadaan darurat. 1,3 adalah uang pendapatan dari menyewakan jasa lampu dan tirai kami pada jurusan sastra inggris untuk tugas semester mereka berupa pentas.
Jika pengajuan pendanaan bisa tembus ke BIMA, setidaknya kami bisa santai sejenak karena tidak harus memikirkan keuangan yang selalu menipis.
* * *
Sewaktu pulang, Jamal harus kuantar karena motornya terkunci dalam kampus yang dikunci pukul 23:30 sedangkan kami baru usai makan jam 00.
No comments:
Post a Comment